Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System)




1. Definisi Pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan merupakan proses pemilihan alternatif tindakan untuk mencapai tujuan atau sasaran tertentu. Pengambilan keputusan dilakukan dengan pendekatan sistematis terhadap permasalahan melalui proses pengumpulan data menjadi informasi serta ditambah dengan faktor – faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Menurut Herbert A. Simon (Kadarsah, 2002:15-16), tahap – tahap yang harus dilalui dalam proses pengambilan keputusan sebagai berikut :
1.      Tahap Pemahaman ( Inteligence Phace )
Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses dan diuji dalam rangka mengidentifikasikan masalah.
2.      Tahap Perancangan ( Design Phace )
Tahap ini merupakan proses pengembangan dan pencarian alternatif tindakan / solusi yang dapat diambil. Tersebut merupakan representasi kejadian nyata yang disederhanakan, sehingga diperlukan proses validasi dan vertifikasi untuk mengetahui keakuratan model dalam meneliti masalah yang ada.
3.      Tahap Pemilihan ( Choice Phace )
Tahap ini dilakukan pemilihan terhadap diantaraberbagai alternatif solusi yang dimunculkan pada tahap perencanaan agar ditentukan / dengan memperhatikan kriteria – kriteria berdasarkan tujuan yang akan dicapai.
4.      Tahap Impelementasi ( Implementation Phace )
Tahap ini dilakukan penerapan terhadap rancangan sistem yang telah dibuat pada tahap perancanagan serta pelaksanaan alternatif tindakan yang telah dipilih pada tahap pemilihan.

2. Sistem Pendukung Keputusan
Sistem Pendukung Keputusan merupakan suatu sistem interaktif yang mendukung keputusan dalam proses pengambilan keputusan melalui alternatif–alternatif yang diperoleh dari hasil pengolahan data, informasi dan rancangan model. Dari pengertian sistem pendukung keputusan maka dapat ditentukan karakteristik antara lain :
1.      Mendukung proses pengambilan keputusan, menitikberatkan pada management by perception.
2.      Adanya interface manusia / mesin dimana manusia (user) tetap memegang control proses pengambilan keputusan.
3.      Mendukung pengambilan keputusan untuk membahas masalah terstruktur, semi terstruktur  dan tak struktur.
4.      Memiliki kapasitas dialog untuk memperoleh informasi sesuai dengan kebutuhan.
5.      Memiliki subsistem – subsistem yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sebagai kesatuan item.
6.      Membutuhkan struktur data komprehensif yang dapat melayani kebutuhan informasi seluruh tingkatan manajemen

Dalam sistem pendukung keputusan terdapat tiga keputusan tingkatan perangkat keras maupun lunak. Masing – masing tingkatan berdasarkan tingkatan kemampuan berdasarkan perbedaan tingkat teknik, lingkungan dan tugas yang akan dikerjakan. Ketiga tingkatan tersebut adalah :
a)      Sistem Pendukung Keputusan (Specific DSS)
b)      Pembangkit Sistem Pendukung Keputusan (DSS Generator)
c)      Peralatan Sistem Pendukung Keputusan
Dalam sistem pendukung keputusan terdapat tiga jenis keputusan, yaitu :
1.      Keputusan Terstruktur
Keputusan terstruktur adalah keputusan yang dilakukan secara berulang-ulang dan bersifat rutin. Informasi yang dibutuhkan spesifik, terjadwal, sempit, interaktif, real time, internal, dan detail. Prosedur yang dilakukan untuk pengambilan keputusan sangat jelas. Keputusan ini terutama dilakukan pada manajemen tingkat bawah. Contoh: Keputusan pemesanan barang dan keputusan penagihan piutang; menentukan kelayakan lembur, mengisi persediaan, dan menawarkan kredit pada pelanggan.

2.      Keputusan Semiterstruktur
Keputusan semiterstruktur adalah keputusan yang mempunyai sifat yakni sebagian keputusan dapat ditangani oleh komputer dan yang lain tetap harus dilakukan oleh pengambil keputusan. Informasi yang dibutuhkan folus, spesifik, interaktif, internal, real time, dan terjadwal. Contoh: Pengevaluasian kredit, penjadwalan produksi dan pengendalian sediaan, merancang rencana pemasaran, dan mengembangkan anggaran departemen.

3.      Keputusan Tidak Terstruktur
Keputusan tak terstruktur adalah keputusan yang penanganannya rumit karena tidak terjadi berulang-ulang atau tidak selalu terjadi. Keputusan ini menuntut pengalaman dan berbagai sumber yang bersifat eksternal. Keputusan ini umumnya terjadi pada manajemen tingkat atas. Informasi yang dibutuhkan umum, luas, internal, dan eksternal. Contoh: Pengembangan teknologi baru, keputusan untuk bergabung dengan perusahaan lain, perekrutan eksekutif.

3. Perkembangan Decision Support System
Secara umum, sistem informasi merupakan suatu kumpulan dan komponen-komponen dalam perusahaan atau organisasi yang berhubungan dengan proses penciptaan dan pengaliran informasi. Jogiyanto (2001) menyatakan bahwa sistem informasi adalah sekumpulan hardware, software, brainware, prosedur dan atau aturan yang diorganisasikan untuk mengolah data menjadi informasi yang bermanfaat guna memecahkan masalah dan pengambilan keputusan. Sebuah sistem informasi merupakan suatu kumpulan atau seperangkat komponen yang berhubungan dan mendukung fungsi pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan pendistribusian informasi. Hasil dari proses tersebut digunakan pihak manajemen sebagai suatu dasar dalam pembuatan keputusan organisasi. Selain itu, sistem informasi yang baik juga dapat membantu dalam hal analisis dan visualisasi masalah dalam penciptaan produk baru.
DSS yang saat ini populer untuk digunakan adalah yang berbasis tabel atau spreadsheets, karena para manajer sudah terbiasa membaca data dengan cara tersebut. Tabel inilah yang menjadi media manajer dalam “mengkutak-katik” (mengganti atau merubah) variabel yang ada, di mana hasilnya akan ditampilkan dalam format grafik yang telah dijelaskan sebelumnya. Untuk keperluan ini, biasanya sebuah stand-alone PC sudah cukup untuk mengimplementasikannya. Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, telah banyak ditawarkan aplikasi DSS yang bekerja dalam infrastruktur jaringan (LAN, WAN, Intranet, Internet, dsb.). Beberapa manajer pengambil keputusan dihubungkan satu dengan lainnya melalui jaringan komputer, sehingga dapat saling mempertukarkan data dan informasi untuk keperluan pengambilan keputusan. Bahkan sudah ada DSS yang diperlengkapi dengan expert system (dibuat berdasarkan teori kecerdasan buatan = artifial intelligence), sehingga keputusan bisnis secara langsung dapat dilakukan oleh komputer, tanpa campur tangan manusia.

4. Komponen Decision Support System
Secara garis besar DSS dibangun oleh tiga komponen besar:
a.       Database
b.      Model Base
c.       Software System
Sistem database berisi kumpulan dari semua data bisnis yang dimiliki perusahaan, baik yang berasal dari transaksi sehari-hari, maupun data dasar (master file). Untuk keperluan DSS, diperlukan data yang relevan dengan permasalahan yang hendak dipecahkan melalui simulasi. Komponen kedua adalah Model Base atau suatu model yang merepresentasikan permasalahan ke dalam format kuantitatif (model matematika sebagai contohnya) sebagai dasar simulasi atau pengambilan keputusan, termasuk di dalamnya tujuan dari permasalahan (obyektif), komponen-komponen terkait, batasan-batasan yang ada (constraints), dan hal-hal terkait lainnya.
Kedua komponen tersebut untuk selanjutnya disatukan dalam komponen ketiga (software system), setelah sebelumnya direpresentasikan dalam bentuk model yang “dimengerti” komputer.
Contohnya adalah penggunaan teknik RDBMS (Relational Database Management System), OODBMS (Object Oriented Database Management System) untuk memodelkan struktur data. Sedangkan MBMS (Model Base Management System) dipergunakan untuk mere-presentasikan masalah yang ingin dicari pemecahannya. Entiti lain yang terdapat pada produk DSS baru adalah DGMS (Dialog Generation and Management System), yang merupakan suatu sistem untuk memungkinkan terjadinya “dialog” interaktif antara computer dan manusia (user) sebagai pengambil keputusan.

5. Tujuan Decision Support System
Perintis DSS yang lain Peter G. W. Keen, bekerjasama dengan Scott Morton mendefinisikan tiga tujuan yang harus dicapai DSS. Tujuan-tujuan ini berhubungandengan tiga prinsip dasar dari konsep DSS – struktur masalah, dukungan keputusan, dan efektivitas keputusan. Mereka percaya bahwa DSS harus:

a.       Membantu manajer membuat keputusan untuk memecahkan masalah semi  terstruktur.
b.      Mendukung keputusan manajer, dan bukannya mengubah atau mengganti keputusan tersebut.
c.       Meningkatkan efektivitas menajer dalam pembuatan keputusan, dan bukannya peningkatan efisiensi.
Decision Support System tidak dimaksudkan untuk menggantikan manajer. Komputer dapat diterapkan pada bagian masalah yang terstruktur, tetapi manajer bertanggung jawab atas bagian yang tak terstruktur – menerapkan penilaian atau intuisi, dan melakukan analisis.
Manajer dan komputer bekerjasama sebagai tim pemecahan masalah dalam memecahkan masalah yang berbeda di area semi terstruktur yang luas.
Tujuan dari DSS bukanlah untuk membuat proses pengambilan keputusan seefisien mungkin. Waktu manajer berharga dan tidak boleh terbuang, tetapi manfaat utama menggunakan DSS adalah keputusan yang lebih baik. Ketika membuat keputusan, manajer tidak selalu mencoba yang terbaik. Sejumlah model matematika akan melakukannya untuk manajer. Namun, dalam banyak kasus manajerlah yang harus memutuskan alternatif mana yang terbaik. Manajer mungkin saja menghabiskan waktu ekstra untuk memperluas solusi sehingga mencapai optimum, tetapi ketelitian yang meningkat senilai dengan waktu dan usaha yang telah dikeluarkan. Manajer menggunakan pertimbangan dalam menentukan kapan suatu keputusan akan berkontribusi pada suatu solusi masalah.

6. Peran Decision Support System dalam SIM
Decision Support System banyak diterapkan di organisasi-organisasi yang sudah mapan. Banyak cara yang digunakan untuk menerapkan DSS guna membantu mempertajam proses pengambilan keputusan. Kapabilitas yang melekat pada DSS sangat membantu organisasi-organisasi yang menggunakannya untuk memungkinkan terciptanya koordinasi proses kegiatan baik internal maupun eksternal dengan cara yang lebih akurat. Beberapa alasan DSS digunakan dalam suatu perusahaan:

1.   Perusahaan beroperasi pada ekonomi yang tidak stabil.
2.   Perusahaan dihadapkan pada kompetisi dalam dan luar negeri yang meningkat.
3.   Perusahaan menghadapi peningkatan kesulitan dalam hal melacak jumlah operasi-operasi bisnis.
4.   Sistem komputer perusahaan tidak mendukung peningkatan tujuan perusahaan dalam hal efisiensi, profitabilitas dan mencari jalan masuk di yang benar-benar menguntungkan.
Penggunaan DSS dimaksudkan untuk membantu manajer tingkat tinggi dan menengah dalam mengambil keputusan yang bukan merupakan operasi rutin. DSS mampu melakukan penyerapan informasi dari basis data, rekonfigurasi data, kalkulasi, analisis statistik, optimasi, analisis statistik nonprobabilistik (what if analysis), dan why analysis yang dilakukan melalui program Artificial Intelegent. Oleh karena itu, penggunaan DSS ini dengan tepat akan meningkatkan efektivitas keputusan yang dibuat manajer dan mendorong efisiensi dari proses pembuatan keputusan tersebut. Jadi, DSS akan dapat menciptakan suatu dimensi dukungan bagi pengambilan suatu keputusan baik yang bersifat taktik maupun strategik.
Dukungan informasi kepada manajer diberikan melalui pengumpulan data dan penerbitan laporan. Dari sisi input, data non rutin dan transaksional sebagian besar diperoleh dari sumber-sumber luar.
Di sisi output, laporan khusus dan laporan rutin dapat disediakan tepat pada waktunya. Jadi, seorang manajer atau decision maker lainnya yang menggunakan DSS akan memperoleh laporan dari sistem laporan yang relevan, seperti contohnya laporan profitabilitas. Namun mereka juga dapat meminta laporan khusus dari DSS ini melalui terminal atau microkomputer.
Selanjutnya seorang manajer yang menggunakan DSS dapat menggunakan model-model untuk eksperimen secara interaktif dengan data yang relevan, misalnya dengan mengubah nilai dari faktor-faktor tertentu dan mengamati hasil-hasilnya. DSS memungkinkan manajer untuk memperoleh berbagai perspektif mengenai situasi masalah rumit dan melaksanakan interaksi dari faktor-faktor yang signifikan. Seorang manajer dengan demikian dapat menemukan dan mengevaluasi dengan cara yang lebih baik terhadap pilihan keputusan alternatif (Wilkinson et al., 2000).
DSS berperan penting bagi manajer dalam membantu dalam meningkatkan efektivitas proses pengambilan keputusan. DSS dirancang dengan menekankan pada aspek fleksibilitas serta kemampuan adaptasi yang tinggi, sehingga mudah disesuaikan dengan kebutuhan pemakai.
Komputer saat ini merupakan salah satu business partner yang paling dekat dengan fungsi marketing dan menjadi bagian integral fungsi tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan telah melakukan puluhan miliar dolar dalam menerapkan sistem software manajemen hubungan pelanggan, seperti untuk memfasilitasi keputusan terkait sumber daya di bidang pemasaran. Apabila pengambilan keputusan tersebut tidak dilakukan secara hati-hati, maka sistem pengambilan keputusan individu dan organisasi tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.
Situasi ini menyebabkan banyaknya peluang untuk penelitian mengenai kegunaan DSS di suatu perusahaan.

7. Jenis – Jenis Decision Support System
Aplikasi DSS yang ditawarkan di pasar sangat beraneka ragam, dari yang paling sederhana (quick-hit DSS) sampai dengan yang sangat kompleks (institutional DSS). “Quick-Hit DSS” biasanya ditujukan untuk para manajer yang baru belajar menggunakan DSS (sebagai pengembangan setelah jenis pelaporan yang disediakan oleh MIS = Management Information System, satu level sistem di bawah DSS). Biasanya masalah yang dihadapi cukup sederhana (simple) dan dibutuhkan dengan segera penyelesaiannya. Misalnya untuk kebutuhan pelaporan (report) atau pencarian informasi (query). Sistem yang sama biasa pula dipergunakan untuk melakukan analisa sederhana. Contohnya adalah melihat dampak yang terjadi pada sebuah formulasi, apabila variabel-variabel atau parameter-parameternya diubah. Di dalam perusahaan, DSS jenis ini biasanya diimplementasikan dalam sebuah fungsi organisasi yang dapat berdiri sendiri (berdasarkan data yang dimiliki fungsi organisasi tersebut). Misalnya adalah DSS untuk menyusun anggaran tahunan, DSS untuk melakukan kenaikan gaji karyawan, DSS untuk menentukan besanya jam lembur karyawan, dan lain sebagainya.
Usaha berikutnya dalam mendefinisikan konsep DSS dilakukan oleh Steven L. Alter. Alter melakukan study terhadap 56 sistem penunjang keputusan yang digunakan pada waktu itu, study tersebut memberikan pengetahuan dalam mengidentifikasi enam jenis DSS, yaitu :

o   Retrive information element (memanggil eleman informasi)
o   Analyze entries fles (menganali semua file)
o   Prepare reports form multiple files (laporan standart dari beberapa files)
o   Estimate decisions qonsquences (meramalkan akibat dari keputusan)
o   Propose decision (menawarkan keputusan )
o   Make decisions (membuat keputusan)
Jenis-jenis DSS menurut tingkat kerumitan dan tingkat dukungan pemecahan masalahnya adalah sebagai berikut:

1.      Mengambil elemen-elemen informasi.
2.      Menganalisis seluruh file.
3.      Memperkirakan akibat keputusan
4.      Menyiapkan laporan dari berbagai file.
5.      Mengusulkan keputusan.
6.      Membuat Keputusan.
Adapun fokus utama konsep DSS adalah komputer harus digunakan untuk mendukung manajer tertentu membuat keputusan tertentu untuk memecahkan masalah tertentu. Model DSS terdiri dari:
1.            Model matematika.
2.            Database
3.            Perangkat Lunak
Yang melukiskan beberapa komponen yang mendukung DSS, seperti: Hardware, Software, Data, Model, dan Interaktif para pemakainya.Menurut Herbert A. Simon keputusan berada pada suatu rangkaian kesatuan, dengan keputusan terprogram pada satu ujungnya dan keputusan tak terprogram pada ujung lainnya.
1)      Keputusan Terprogram, bersifat berulang dan rutin sedemikian sehingga suatu prosedur pasti telah dibuat untuk menanganinya sehingga keputusan tersebut tidak perlu diperlakukan de novo (sebagai sesuatu yg baru) tiap kali terjadi.
2)      Keputusan Tidak Terprogram, bersifat baru, tidak terstruktur, dan jarang konsekuen. Tidak ada metode yg pasti utk menangani masalah ini belum pernah ada sebelumnya, atau karena sifat dan struktur persisnya tak terlihat atau rumit, atau karena begitu pentingnya sehingga memerlukan perlakuan yang sangat khusus.

8. Kelebihan dan Kekurangan Decision Support System
  Decision Support System (DSS) dapat memberikan beberapa keuntungan- keuntungan bagi pemakainya. Menurut Turban (1995: 87) maupun McLeod (1995: 103) keuntungan-keuntungan tersebut meliputi:
1.      Memperluas kemampuan pengambil keputusan dalam memproses data/informasi untuk pengambilan keputusan.
2.      Menghemat waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah, terutama berbagai masalah yang sangat kompleks dan tidak terstruktur.
3.      Mampu memberikan berbagai alternatif dalam pengambilan keputusan, meskipun seandainya DSS tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapi oleh pengambil keputusan, namun dapat digunakan sebagai stimulan dalam memahami persoalan.
4.      Memperkuat keyakinan pengambil keputusan terhadap keputusan yang diambilnya.
5.      Memberikan keuntungan kompetitif bagi organisasi secara keseluruhan dengan penghematan waktu, tenaga dan biaya.

              Selain memiliki banyak keuntungan atau manfaat, decision support system juga memiliki beberapa kelemahan antara lain :
1.      Sulit dalam memodelkan sistem bisnis
2.      Mungkin akan menghasilkan suatu model bisnis yang tidak dapat menangkap semua pengaruh pada entity.
3.      Dibutuhkan kemampuan matematika yang tinggi untuk mengembangkan suatu model yang lebih kompleks.

9. Dampak Pemanfaatan Decision Support System
Dampak dari pemanfaatan Decision Support System (DSS) antara lain:
1)      Masalah-masalah semi struktur dapat dipecahkan.
2)      Problem yang kompleks dapat diselesaikan.
3)      Sistem dapat berinteraksi dengan pemakainya.
4)      Dibandingkan dengan pengambilan keputusan secara intuisi, pengambilan keputusan dengan DSS dinilai lebih cepat dan hasilnya lebih baik.
5)      Menghasilkan acuan data untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh manajer yang kurang berpengalaman.
6)      Untuk masalah yang berulang, DSS dapat memberi keputusan yang lebih efektif.
7)      Fasilitas untuk mengambil data, dapat memberikan kesempatan bagi beberapa manajer untuk berkomunikasi dengan lebih baik.

8)      Meningkatkan produktivitas dan kontrol dari manajer.


SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK MANNAJEMEN BEBAN KERJA AKADEMIK

Manajemen Beban Kerja Akademik: Gambaran Umum
Manajemen beban kerja akademik adalah disiplin yang mengkhususkan diri dalam alokasi pekerjaan untuk anggota fakultas dan dalam memberikan kompensasi untuk pekerjaan yang dilakukan oleh anggota fakultas. Oleh karena itu beberapa penulis menggunakan istilah beban kerja dosen sebagai gantinya. Untuk menghindari kebingungan beban kerja akademik istilah digunakan dalam makalah ini secara konsisten.
Doost (1997) membahas kenaikan kepentingan publik untuk akuntabilitas yang lebih baik bagi para dosen universitas. Soliman (1999) disajikan prinsip-prinsip panduan untuk alokasi beban kerja akademik dan dua model untuk mengukur beban kerja, yang didasarkan pada waktu dan yang lain berdasarkan penghasilan. Tanggapan staf akademik dengan prinsip-prinsip yang diusulkan dan model juga dipertimbangkan. Comm dan Mathaisel (2003) menggambarkan bagaimana informasi mengenai beban kerja akademik. gaji dan tunjangan dapat digunakan ntuk meningkatkan kualitas akademik. Houston dkk. (2006) mempresentasikan tantangan yang dihadapi oleh fakultas universitas peningkatan akuntabilitas, dan membahas beberapa beban kerja alokasi model isu-isu implementasi. Tombol dan Devine (2006) disurvei persepsi fakultas usaha yang terkait dengan tugas-tugas pengajaran yang berbeda.
Tujuan manajer adalah untuk mencapai produktivitas maksimum dan kualitas kerja fakultas. Tugas yang paling sulit adalah mengukur berbagai komponen beban kerja akademik (Barlas dan Diker.2000). Prinsip-prinsip kesetaraan dan transparansi harus dipertimbangkan untuk mencapai distribusi optimal beban kerja antara staf pengajar (Burgess dkk.  2003).
Fakultas harus melakukan lebih dari sekedar mengajar dan melakukan riset dalam rangka untuk berhasil memenuhi kewajiban pekerjaan mereka (Gappa dkk. 2007). Proporsi antara pengajaran dan penelitian, sebagai dua komponen utama dari pekerjaan fakultas, bervariasi sesuai dengan status kepemilikan fakultas dan jenis institusi. Kegiatan profesional dan administrasi lainnya juga diperlukan untuk mencapai status kepemilikan yang dibutuhkan dan untuk memenuhi tekanan eksternal untuk akuntabilitas.
Mengukur beban kerja akademik untuk memberikan distribusi beban kerja yang merata dan kompensasi yang memadai. sehingga meningkatkan kualitas akademik. adalah tugas yang paling penting dari manajemen beban kerja akademik. Ini berarti penggunaan beberapa jenis kinerja sistem rating (Burkholder dkk.. 2007) berdasarkan peraturan universitas dan policies.1. 2,3 Beberapa lembaga pendidikan tinggi menerapkan penilaian kinerja fakultas plans.4 Masalah hukum dan respon fakultas untuk metrik kinerja juga harus diperhatikan. terutama ketika ukuran kinerja yang digunakan secara langsung untuk perhitungan gaji.
Beberapa penulis menggunakan kuesioner untuk menentukan beban kerja akademik (Comm dan Mathaisel. 2003). Cowdery dan Agho (2007) menggunakan survei mail untuk menilai metodologi yang digunakan oleh berbagai universitas untuk menentukan dan menetapkan beban kerja akademik dalam pendidikan kesehatan. Menurut penelitian mereka. sebagian besar universitas menggunakan jam kredit sebagai ukuran utama beban kerja akademik (Stringer. 2007). sementara beberapa menggunakan jam kontak.

Sistem Pendukung Keputusan Akademik
Menurut Turban dkk.. (2005), SPK adalah pendekatan berbasis komputer atau metodologi untuk mendukung pengambilan keputusan. Bagian paling penting dari SPK khas adalah data warehouse, yang merupakan subjek berorientasi, terpadu, waktu-varian, non-normalisasi, koleksi non-volatile data yang memungkinkan menganalisis sejumlah besar data dari berbagai sumber dengan hasil yang cepat.
Sistem pendukung keputusan memainkan peran yang semakin penting dalam lembaga pendidikan tinggi. Doost (1997) dijelaskan akademik sistem database potensi beban kerja.
Deniz dan Ersan (2001, 2002) mengusulkan DSS bagi siswa, kursus dan program penilaian. Dasgupta dan Khazanchi (2005) dijelaskan agen cerdas diaktifkan DSS untuk penjadwalan perkuliahan. Vinnik dan Scholl (2005) mengusulkan beban kerja akademik
DSS manajemen yang berfokus pada pemanfaatan kapasitas akademik menggunakan proses menyeimbangkan permintaan dan penawaran pendidikan di perguruan tinggi.
Bagian penting dari DSS akademik akademik Sistem Perencanaan Beban Kerja (WPS) yang berfokus pada keseimbangan beban terhadap kapasitas. Menurut Burgess dkk. (2003), tujuan strategis dari WPS adalah sebagai berikut:
• Tujuan dalam bidang pendidikan
1. Untuk memaksimalkan produktivitas (untuk meminimalkan upaya staf yang diperlukan untuk melayani tingkat tertentu pendanaan)
2. Untuk memaksimalkan kualitas (untuk memaksimalkan pilihan siswa kursus atau modul)
• Tujuan penelitian:
1. Untuk memaksimalkan dana penelitian dengan sumber daya yang diberikan
2. Untuk memaksimalkan penilaian lembaga atau unit
Tombol dan Devine (2006) mengusulkan pembangunan masa depan sistem praktis untuk manajemen beban kerja akademik menggunakan bobot ekuitas untuk tugas beban kerja. Dalam tulisan ini, sebuah studi kasus implementasi DSS tersebut, didasarkan pada akademik gudang data beban kerja, dibahas.

Metodologi
Langkah pertama adalah analisis kebutuhan yang meliputi analisis persepsi manajemen fakultas beban kerja akademis dan analisis peraturan dan kebijakan beban kerja. Langkah berikutnya, penilaian sumber data yang tersedia, adalah yang paling penting dalam setiap proyek data warehouse. Kenyataan bahwa sumber data kualitas yang diperlukan tidak tersedia dapat membawa sebuah proyek untuk berhenti. Setelah bahwa desain data warehouse menggunakan pendekatan pemodelan dimensi dilakukan (Kimball, 1996). Langkah selanjutnya adalah transformasi data dan pembersihan, yang merupakan bagian paling memakan waktu dari setiap proyek data warehouse. Setelah data warehouse didesain dan dihuni, basis data multi-dimensi dapat dibangun dengan menggunakan Analytical Processing (OLAP) teknologi On-Line.
Setelah prototipe telah dibangun itu harus diuji. Keterlibatan manajemen fakultas dan staf pengajar lain yang diperlukan. Setiap masalah teknis atau konten harus dianalisis. Setelah penyebab masalah ditentukan perubahan harus dibuat baik pada prototipe atau peraturan dan kebijakan beban kerja. Proses evaluasi tidak pernah selesai karena keadaan yang mempengaruhi tingkat beban kerja akademik sering berubah.

Persyaratan
Pengelolaan universitas menghadapi tugas yang sulit untuk mendistribusikan beban kerja antar fakultas mempertimbangkan berbagai aspek:
• Profil penelitian staf fakultas dan bidang keahlian
• Jumlah siswa dan pilihan mereka pelajaran atau modul
• Penelitian peluang dan hibah
• Transparansi penggunaan kebijakan beban kerja universitas
• Persepsi fakultas pemerataan distribusi beban kerja
• Kebutuhan masyarakat untuk universitas profesor akuntabilitas
• Persyaratan beban kerja akademik hukum.
Dalam Gambar 1, proses manajemen beban kerja akademik disajikan. Langkah pertama adalah penilaian beban kerja. Langkah kedua adalah alokasi beban kerja kepada staf fakultas. Alokasi beban kerja mengajar harus dibandingkan dengan persyaratan beban kerja hukum (jika ada) dalam ketergantungan fakultas habilitasi staf (pangkat akademik). Komitmen Fakultas untuk menyelesaikan tugas yang diberikan adalah dasar untuk kompensasi. Selama beban kerja dialokasikan istilah harus dibandingkan dengan beban kerja yang sebenarnya untuk membantu manajer dengan beban kerja realokasi bila diperlukan. Perbedaan antara beban kerja akademik direncanakan dan aktual harus ditentukan secara berkala, sehingga perubahan kontrak kerja yang menjamin kompensasi yang memadai bagi staf fakultas.
Proses manajemen beban kerja Akademik

Peraturan beban kerja Univrsitas dan kebijakan harus dianalisis secara menyeluruh. Inkonsistensi harus dihilangkan agar proses pengukuran beban kerja yang sepenuhnya seragam dan transparan. Jika perlu, perubahan peraturan beban kerja harus diusulkan. Peraturan harus dilengkapi dengan dokumentasi tambahan metrik beban kerja yang digunakan. Komponen beban kerja akademik yang berbeda harus dimasukkan. Penggunaan bobot ekuitas dalam jam kerja membuat diukur komponen beban kerja aditif. Bila data yang akurat tidak tersedia, beberapa asumsi harus dipertimbangkan. Tabel 1 menunjukkan daftar komponen beban kerja akademik yang diusulkan.

Membangun Data Warehouse
Prasyarat yang paling penting untuk membangun data warehouse adalah adanya sumber data yang berkualitas. Adelman dkk.. (2005) menjelaskan beberapa permasalahan yang harus dinilai ketika berhadapan dengan data kotor :
• Kelengkapan (penilaian hasil identifikasi sumber data yang hilang)
• Konsistensi (hasil penilaian dalam definisi rutinitas penanganan eksepsi)
• Kebenaran (hasil penilaian dalam definisi deteksi kesalahan dan koreksi rutinitas).
Sumber data utama untuk akademik gudang data beban kerja adalah Sistem Informasi Akademik (SIA) (Sastry. 2007). Secara umum, AIS mendukung semua fungsi yang diperlukan universitas harus melakukan dalam proses pendidikan. Beberapa proses seperti perencanaan beban kerja biasanya tidak cukup didukung. Ketika data hilang ditemukan itu harus ditentukan mana sumber data yang paling sesuai untuk suplementasi sumber data utama. Hilang data dapat diperoleh dari sistem informasi universitas lain atau dari sumber data di luar. dan kemudian diintegrasikan dengan data dari AIS. Jika tidak ada kemungkinan seperti itu ada ada kebutuhan untuk upgrade AIS. Jika itu juga tidak mungkin penggunaan AIS yang berbeda harus dipertimbangkan. Sebuah entri data langsung ke dalam gudang data dapat menjadi solusi sementara. tetapi hanya layak bila perubahan data yang hilang terjadi secara berkala. misalnya setahun sekali.
Ketika pengecualian untuk aturan umum dalam proses transformasi data yang ditemukan. mereka harus dievaluasi untuk mencegah hilangnya transparansi. Bila perlu. rutinitas penanganan eksepsi harus diletakkan di tempat dan didokumentasikan. Semua pengecualian harus ditangani secara otomatis. Hal yang sama berlaku untuk prosedur transformasi data keseluruhan, yang telah menjadi sepenuhnya otomatis.
Sebuah gudang data harus dirancang untuk deteksi mudah dan koreksi kesalahan dalam menggunakan sumber-sumber data. Setiap informasi yang berasal dari DSS berdasarkan data warehouse harus dapat dilacak item sumber data tunggal. Setelah koreksi data yang salah. informasi dalam DSS harus berubah sesuai.

Model dimensi disederhanakan akademik gudang data beban kerja. Tabel fakta mengandung semi- aditif mengukur ' Kuantitas di unit beban kerja ' dan aditif mengukur ' Beban Kerja hour'. Dimensi ' versi Data' berisi satu atau lebih anggota untuk beban kerja direncanakan dan salah satu anggota untuk beban kerja yang sebenarnya. Beberapa dimensi disajikan secara perlahan berubah dimensi. terutama ' Fakultas staf ' dimensi.

Pelaksanaan DSS
Standar OLAP alat browsing yang digunakan untuk antarmuka DSS. Sebelum penerapan DSS. beberapa metrik dan Key Performance Indicator (KPI) yang digunakan untuk mengukur beban kerja akademik. Mereka metrik dan KPI dimasukkan sebagai tindakan yang diperkirakan. sehingga pengguna DSS bisa mulai bekerja dengan konten akrab.
Setelah keadaan untuk menentukan tingkat perubahan beban kerja akademik, peraturan beban kerja dan kebijakan harus diubah sesuai. Pada saat yang sama analisis perubahan kelayakan DSS harus dilakukan sehingga perubahan yang sesuai dalam rutinitas transformasi data dan perubahan AIS jika diperlukan.
Penerimaan Fakultas otomatisasi diperkenalkan ke dalam proses pengukuran beban kerja akademik merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan untuk proyek tersebut. Untuk mencapai fakultas WPS penerimaan harus transparan dan harus menjamin pemerataan alokasi beban kerja (Burgess dkk.. 2003).
Pekerjaan pengadilan adalah dasar untuk keberhasilan pelaksanaan sistem informasi baru (Natek dan Lesjak. 2006). Dalam proyek ini. fakultas pertama diberi laporan beban kerja yang direncanakan. sesuai dengan kebijakan beban kerja. Setiap item tidak jelas laporan beban kerja mereka kemudian dibahas dan dijelaskan. Setiap perbedaan dengan kebijakan beban kerja dihilangkan sebelum penggunaan DSS punya konsekuensi kompensasi fakultas. Selama tahun akademik item beban kerja yang sama kemudian diukur dan kompensasi untuk.
Jadi apa yang kita capai dengan implementasi DSS ? Fakultas sekarang termasuk dalam proses perencanaan beban kerja dan karena itu dapat memahami tujuan strategis universitas yang jauh lebih baik. Itu adalah langkah pertama menuju keselarasan perilaku staf dengan tujuan strategis dari institusi pendidikan tinggi.

Source :


  • Adelman, S., Moss,  L.T.  and  Abai,  M.  (2005)  Data  Strategy, Pearson  Education,  Inc., Upper Saddle River, New Jersey.
  • Barlas, Y. and Diker,  V.G.  (2000)  A  dynamic  simulation  game  for  strategic  Univrsitas management (UNIGAME)’, Simulation Gaming, Vol. 31, pp.331358.
  • Burgess, T.F., Lewis,  H.A.  and  Mobbs,  T.  (2003)  ‘Academic  workload  planning  revisited’, Higher Education, Vol. 46, pp.215–233.
  • Burkholder, N.C., Golas, S. and Shapiro, J. (2007) Ultimate Performance: Measuring Human Resources at Work, John Wiley & Sons, Inc., New Jersey
  • https://crystianamaysari.blogspot.com/2016/12/makalah-dss-decision-support-system.html
  • https://www.academia.edu/7385749/Makalah_Decision_Support_System_Sistem_Pendukung_Keputusan


DSS for academic workload management

Dejan Zilli*

Nova Vizija, Information Engineering and Consulting, Vrečerjeva 8,
3310 Žalec, Slovenia
Email: dejan.zilli@vizija.si
*Corresponding author

Nada Trunk-Širca
Faculty of Management Koper, Univrsitas of Primorska, Cankarjeva 5,
6104 Koper, Slovenia




Komentar

Postingan Populer