Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System)
1. Definisi Pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan
merupakan proses pemilihan alternatif tindakan untuk mencapai tujuan atau
sasaran tertentu. Pengambilan keputusan dilakukan dengan pendekatan sistematis
terhadap permasalahan melalui proses pengumpulan data menjadi informasi serta
ditambah dengan faktor – faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan
keputusan. Menurut Herbert A. Simon (Kadarsah, 2002:15-16), tahap – tahap yang
harus dilalui dalam proses pengambilan keputusan sebagai berikut :
1.
Tahap Pemahaman ( Inteligence Phace )
Tahap
ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika
serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses dan diuji dalam
rangka mengidentifikasikan masalah.
2.
Tahap Perancangan ( Design Phace )
Tahap
ini merupakan proses pengembangan dan pencarian alternatif tindakan / solusi
yang dapat diambil. Tersebut merupakan representasi kejadian nyata yang
disederhanakan, sehingga diperlukan proses validasi dan vertifikasi untuk
mengetahui keakuratan model dalam meneliti masalah yang ada.
3.
Tahap Pemilihan ( Choice Phace )
Tahap
ini dilakukan pemilihan terhadap diantaraberbagai alternatif solusi yang
dimunculkan pada tahap perencanaan agar ditentukan / dengan memperhatikan
kriteria – kriteria berdasarkan tujuan yang akan dicapai.
4.
Tahap Impelementasi ( Implementation Phace
)
Tahap
ini dilakukan penerapan terhadap rancangan sistem yang telah dibuat pada tahap
perancanagan serta pelaksanaan alternatif tindakan yang telah dipilih pada
tahap pemilihan.
2. Sistem Pendukung Keputusan
Sistem Pendukung
Keputusan merupakan suatu sistem interaktif yang mendukung keputusan dalam
proses pengambilan keputusan melalui alternatif–alternatif yang diperoleh dari
hasil pengolahan data, informasi dan rancangan model. Dari pengertian sistem
pendukung keputusan maka dapat ditentukan karakteristik antara lain :
1. Mendukung
proses pengambilan keputusan, menitikberatkan pada management by perception.
2. Adanya
interface manusia / mesin dimana manusia (user) tetap memegang control proses
pengambilan keputusan.
3. Mendukung
pengambilan keputusan untuk membahas masalah terstruktur, semi terstruktur dan tak struktur.
4. Memiliki
kapasitas dialog untuk memperoleh informasi sesuai dengan kebutuhan.
5. Memiliki
subsistem – subsistem yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga dapat
berfungsi sebagai kesatuan item.
6. Membutuhkan
struktur data komprehensif yang dapat melayani kebutuhan informasi seluruh
tingkatan manajemen
Dalam sistem pendukung keputusan terdapat tiga
keputusan tingkatan perangkat keras maupun lunak. Masing – masing tingkatan
berdasarkan tingkatan kemampuan berdasarkan perbedaan tingkat teknik,
lingkungan dan tugas yang akan dikerjakan. Ketiga tingkatan tersebut adalah :
a)
Sistem Pendukung Keputusan (Specific DSS)
b)
Pembangkit Sistem Pendukung Keputusan (DSS
Generator)
c)
Peralatan Sistem Pendukung Keputusan
Dalam sistem pendukung keputusan terdapat tiga jenis
keputusan, yaitu :
1. Keputusan
Terstruktur
Keputusan terstruktur adalah
keputusan yang dilakukan secara berulang-ulang dan bersifat rutin. Informasi
yang dibutuhkan spesifik, terjadwal, sempit, interaktif, real time, internal,
dan detail. Prosedur yang dilakukan untuk pengambilan keputusan sangat jelas.
Keputusan ini terutama dilakukan pada manajemen tingkat bawah. Contoh:
Keputusan pemesanan barang dan keputusan penagihan piutang; menentukan
kelayakan lembur, mengisi persediaan, dan menawarkan kredit pada pelanggan.
2. Keputusan
Semiterstruktur
Keputusan semiterstruktur adalah
keputusan yang mempunyai sifat yakni sebagian keputusan dapat ditangani oleh
komputer dan yang lain tetap harus dilakukan oleh pengambil keputusan.
Informasi yang dibutuhkan folus, spesifik, interaktif, internal, real time, dan
terjadwal. Contoh: Pengevaluasian kredit, penjadwalan produksi dan pengendalian
sediaan, merancang rencana pemasaran, dan mengembangkan anggaran departemen.
3. Keputusan
Tidak Terstruktur
Keputusan tak terstruktur adalah
keputusan yang penanganannya rumit karena tidak terjadi berulang-ulang atau
tidak selalu terjadi. Keputusan ini menuntut pengalaman dan berbagai sumber
yang bersifat eksternal. Keputusan ini umumnya terjadi pada manajemen tingkat
atas. Informasi yang dibutuhkan umum, luas, internal, dan eksternal. Contoh:
Pengembangan teknologi baru, keputusan untuk bergabung dengan perusahaan lain,
perekrutan eksekutif.
3. Perkembangan Decision Support System
Secara umum, sistem
informasi merupakan suatu kumpulan dan komponen-komponen dalam perusahaan atau
organisasi yang berhubungan dengan proses penciptaan dan pengaliran informasi.
Jogiyanto (2001) menyatakan bahwa sistem informasi adalah sekumpulan hardware,
software, brainware, prosedur dan atau aturan yang diorganisasikan untuk
mengolah data menjadi informasi yang bermanfaat guna memecahkan masalah dan
pengambilan keputusan. Sebuah sistem informasi merupakan suatu kumpulan atau
seperangkat komponen yang berhubungan dan mendukung fungsi pengumpulan,
pengolahan, penyimpanan, dan pendistribusian informasi. Hasil dari proses
tersebut digunakan pihak manajemen sebagai suatu dasar dalam pembuatan
keputusan organisasi. Selain itu, sistem informasi yang baik juga dapat
membantu dalam hal analisis dan visualisasi masalah dalam penciptaan produk
baru.
DSS yang saat ini populer
untuk digunakan adalah yang berbasis tabel atau spreadsheets, karena para
manajer sudah terbiasa membaca data dengan cara tersebut. Tabel inilah yang
menjadi media manajer dalam “mengkutak-katik” (mengganti atau merubah) variabel
yang ada, di mana hasilnya akan ditampilkan dalam format grafik yang telah
dijelaskan sebelumnya. Untuk keperluan ini, biasanya sebuah stand-alone PC
sudah cukup untuk mengimplementasikannya. Sejalan dengan perkembangan teknologi
informasi, telah banyak ditawarkan aplikasi DSS yang bekerja dalam
infrastruktur jaringan (LAN, WAN, Intranet, Internet, dsb.). Beberapa manajer
pengambil keputusan dihubungkan satu dengan lainnya melalui jaringan komputer,
sehingga dapat saling mempertukarkan data dan informasi untuk keperluan
pengambilan keputusan. Bahkan sudah ada DSS yang diperlengkapi dengan expert
system (dibuat berdasarkan teori kecerdasan buatan = artifial intelligence),
sehingga keputusan bisnis secara langsung dapat dilakukan oleh komputer, tanpa
campur tangan manusia.
4. Komponen Decision Support System
Secara garis besar DSS dibangun oleh tiga komponen
besar:
a. Database
b. Model
Base
c. Software
System
Sistem database berisi
kumpulan dari semua data bisnis yang dimiliki perusahaan, baik yang berasal
dari transaksi sehari-hari, maupun data dasar (master file). Untuk keperluan
DSS, diperlukan data yang relevan dengan permasalahan yang hendak dipecahkan
melalui simulasi. Komponen kedua adalah Model Base atau suatu model yang
merepresentasikan permasalahan ke dalam format kuantitatif (model matematika
sebagai contohnya) sebagai dasar simulasi atau pengambilan keputusan, termasuk
di dalamnya tujuan dari permasalahan (obyektif), komponen-komponen terkait,
batasan-batasan yang ada (constraints), dan hal-hal terkait lainnya.
Kedua komponen tersebut
untuk selanjutnya disatukan dalam komponen ketiga (software system), setelah
sebelumnya direpresentasikan dalam bentuk model yang “dimengerti” komputer.
Contohnya adalah
penggunaan teknik RDBMS (Relational Database Management System), OODBMS (Object
Oriented Database Management System) untuk memodelkan struktur data. Sedangkan
MBMS (Model Base Management System) dipergunakan untuk mere-presentasikan
masalah yang ingin dicari pemecahannya. Entiti lain yang terdapat pada produk
DSS baru adalah DGMS (Dialog Generation and Management System), yang merupakan
suatu sistem untuk memungkinkan terjadinya “dialog” interaktif antara computer
dan manusia (user) sebagai pengambil keputusan.
5. Tujuan Decision Support System
Perintis DSS yang lain
Peter G. W. Keen, bekerjasama dengan Scott Morton mendefinisikan tiga tujuan
yang harus dicapai DSS. Tujuan-tujuan ini berhubungandengan tiga prinsip dasar
dari konsep DSS – struktur masalah, dukungan keputusan, dan efektivitas keputusan.
Mereka percaya bahwa DSS harus:
a. Membantu
manajer membuat keputusan untuk memecahkan masalah semi terstruktur.
b. Mendukung
keputusan manajer, dan bukannya mengubah atau mengganti keputusan tersebut.
c. Meningkatkan
efektivitas menajer dalam pembuatan keputusan, dan bukannya peningkatan
efisiensi.
Decision Support System
tidak dimaksudkan untuk menggantikan manajer. Komputer dapat diterapkan pada
bagian masalah yang terstruktur, tetapi manajer bertanggung jawab atas bagian
yang tak terstruktur – menerapkan penilaian atau intuisi, dan melakukan analisis.
Manajer dan komputer
bekerjasama sebagai tim pemecahan masalah dalam memecahkan masalah yang berbeda
di area semi terstruktur yang luas.
Tujuan dari DSS bukanlah
untuk membuat proses pengambilan keputusan seefisien mungkin. Waktu manajer
berharga dan tidak boleh terbuang, tetapi manfaat utama menggunakan DSS adalah
keputusan yang lebih baik. Ketika membuat keputusan, manajer tidak selalu
mencoba yang terbaik. Sejumlah model matematika akan melakukannya untuk
manajer. Namun, dalam banyak kasus manajerlah yang harus memutuskan alternatif
mana yang terbaik. Manajer mungkin saja menghabiskan waktu ekstra untuk
memperluas solusi sehingga mencapai optimum, tetapi ketelitian yang meningkat
senilai dengan waktu dan usaha yang telah dikeluarkan. Manajer menggunakan
pertimbangan dalam menentukan kapan suatu keputusan akan berkontribusi pada
suatu solusi masalah.
6. Peran Decision Support System dalam SIM
Decision Support System
banyak diterapkan di organisasi-organisasi yang sudah mapan. Banyak cara yang
digunakan untuk menerapkan DSS guna membantu mempertajam proses pengambilan
keputusan. Kapabilitas yang melekat pada DSS sangat membantu
organisasi-organisasi yang menggunakannya untuk memungkinkan terciptanya
koordinasi proses kegiatan baik internal maupun eksternal dengan cara yang
lebih akurat. Beberapa alasan DSS digunakan dalam suatu perusahaan:
1. Perusahaan
beroperasi pada ekonomi yang tidak stabil.
2. Perusahaan
dihadapkan pada kompetisi dalam dan luar negeri yang meningkat.
3. Perusahaan
menghadapi peningkatan kesulitan dalam hal melacak jumlah operasi-operasi
bisnis.
4. Sistem
komputer perusahaan tidak mendukung peningkatan tujuan perusahaan dalam hal
efisiensi, profitabilitas dan mencari jalan masuk di yang benar-benar
menguntungkan.
Penggunaan DSS
dimaksudkan untuk membantu manajer tingkat tinggi dan menengah dalam mengambil
keputusan yang bukan merupakan operasi rutin. DSS mampu melakukan penyerapan
informasi dari basis data, rekonfigurasi data, kalkulasi, analisis statistik,
optimasi, analisis statistik nonprobabilistik (what if analysis), dan why
analysis yang dilakukan melalui program Artificial Intelegent. Oleh karena itu,
penggunaan DSS ini dengan tepat akan meningkatkan efektivitas keputusan yang
dibuat manajer dan mendorong efisiensi dari proses pembuatan keputusan
tersebut. Jadi, DSS akan dapat menciptakan suatu dimensi dukungan bagi
pengambilan suatu keputusan baik yang bersifat taktik maupun strategik.
Dukungan informasi kepada
manajer diberikan melalui pengumpulan data dan penerbitan laporan. Dari sisi
input, data non rutin dan transaksional sebagian besar diperoleh dari
sumber-sumber luar.
Di sisi output, laporan
khusus dan laporan rutin dapat disediakan tepat pada waktunya. Jadi, seorang
manajer atau decision maker lainnya yang menggunakan DSS akan memperoleh
laporan dari sistem laporan yang relevan, seperti contohnya laporan
profitabilitas. Namun mereka juga dapat meminta laporan khusus dari DSS ini
melalui terminal atau microkomputer.
Selanjutnya seorang
manajer yang menggunakan DSS dapat menggunakan model-model untuk eksperimen
secara interaktif dengan data yang relevan, misalnya dengan mengubah nilai dari
faktor-faktor tertentu dan mengamati hasil-hasilnya. DSS memungkinkan manajer
untuk memperoleh berbagai perspektif mengenai situasi masalah rumit dan
melaksanakan interaksi dari faktor-faktor yang signifikan. Seorang manajer
dengan demikian dapat menemukan dan mengevaluasi dengan cara yang lebih baik
terhadap pilihan keputusan alternatif (Wilkinson et al., 2000).
DSS berperan penting bagi
manajer dalam membantu dalam meningkatkan efektivitas proses pengambilan
keputusan. DSS dirancang dengan menekankan pada aspek fleksibilitas serta
kemampuan adaptasi yang tinggi, sehingga mudah disesuaikan dengan kebutuhan
pemakai.
Komputer saat ini
merupakan salah satu business partner yang paling dekat dengan fungsi marketing
dan menjadi bagian integral fungsi tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir,
perusahaan telah melakukan puluhan miliar dolar dalam menerapkan sistem software
manajemen hubungan pelanggan, seperti untuk memfasilitasi keputusan terkait
sumber daya di bidang pemasaran. Apabila pengambilan keputusan tersebut tidak
dilakukan secara hati-hati, maka sistem pengambilan keputusan individu dan
organisasi tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.
Situasi ini menyebabkan
banyaknya peluang untuk penelitian mengenai kegunaan DSS di suatu perusahaan.
7. Jenis – Jenis Decision Support System
Aplikasi DSS yang
ditawarkan di pasar sangat beraneka ragam, dari yang paling sederhana
(quick-hit DSS) sampai dengan yang sangat kompleks (institutional DSS).
“Quick-Hit DSS” biasanya ditujukan untuk para manajer yang baru belajar
menggunakan DSS (sebagai pengembangan setelah jenis pelaporan yang disediakan
oleh MIS = Management Information System, satu level sistem di bawah DSS).
Biasanya masalah yang dihadapi cukup sederhana (simple) dan dibutuhkan dengan
segera penyelesaiannya. Misalnya untuk kebutuhan pelaporan (report) atau
pencarian informasi (query). Sistem yang sama biasa pula dipergunakan untuk
melakukan analisa sederhana. Contohnya adalah melihat dampak yang terjadi pada
sebuah formulasi, apabila variabel-variabel atau parameter-parameternya diubah.
Di dalam perusahaan, DSS jenis ini biasanya diimplementasikan dalam sebuah fungsi
organisasi yang dapat berdiri sendiri (berdasarkan data yang dimiliki fungsi
organisasi tersebut). Misalnya adalah DSS untuk menyusun anggaran tahunan, DSS
untuk melakukan kenaikan gaji karyawan, DSS untuk menentukan besanya jam lembur
karyawan, dan lain sebagainya.
Usaha berikutnya dalam
mendefinisikan konsep DSS dilakukan oleh Steven L. Alter. Alter melakukan study
terhadap 56 sistem penunjang keputusan yang digunakan pada waktu itu, study
tersebut memberikan pengetahuan dalam mengidentifikasi enam jenis DSS, yaitu :
o
Retrive information element (memanggil
eleman informasi)
o
Analyze entries fles (menganali semua
file)
o
Prepare reports form multiple files
(laporan standart dari beberapa files)
o
Estimate decisions qonsquences (meramalkan
akibat dari keputusan)
o
Propose decision (menawarkan keputusan )
o
Make decisions (membuat keputusan)
Jenis-jenis DSS menurut
tingkat kerumitan dan tingkat dukungan pemecahan masalahnya adalah sebagai
berikut:
1. Mengambil
elemen-elemen informasi.
2. Menganalisis
seluruh file.
3. Memperkirakan
akibat keputusan
4. Menyiapkan
laporan dari berbagai file.
5. Mengusulkan
keputusan.
6. Membuat
Keputusan.
Adapun fokus utama konsep
DSS adalah komputer harus digunakan untuk mendukung manajer tertentu membuat
keputusan tertentu untuk memecahkan masalah tertentu. Model DSS terdiri dari:
1.
Model matematika.
2.
Database
3.
Perangkat Lunak
Yang melukiskan beberapa
komponen yang mendukung DSS, seperti: Hardware, Software, Data, Model, dan
Interaktif para pemakainya.Menurut Herbert A. Simon keputusan berada pada suatu
rangkaian kesatuan, dengan keputusan terprogram pada satu ujungnya dan keputusan
tak terprogram pada ujung lainnya.
1) Keputusan
Terprogram, bersifat berulang dan rutin sedemikian sehingga suatu prosedur
pasti telah dibuat untuk menanganinya sehingga keputusan tersebut tidak perlu
diperlakukan de novo (sebagai sesuatu yg baru) tiap kali terjadi.
2) Keputusan
Tidak Terprogram, bersifat baru, tidak terstruktur, dan jarang konsekuen. Tidak
ada metode yg pasti utk menangani masalah ini belum pernah ada sebelumnya, atau
karena sifat dan struktur persisnya tak terlihat atau rumit, atau karena begitu
pentingnya sehingga memerlukan perlakuan yang sangat khusus.
8. Kelebihan dan Kekurangan Decision
Support System
Decision
Support System (DSS) dapat memberikan beberapa keuntungan- keuntungan bagi
pemakainya. Menurut Turban (1995: 87) maupun McLeod (1995: 103)
keuntungan-keuntungan tersebut meliputi:
1. Memperluas
kemampuan pengambil keputusan dalam memproses data/informasi untuk pengambilan
keputusan.
2. Menghemat
waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah, terutama berbagai masalah yang
sangat kompleks dan tidak terstruktur.
3. Mampu
memberikan berbagai alternatif dalam pengambilan keputusan, meskipun seandainya
DSS tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapi oleh pengambil keputusan,
namun dapat digunakan sebagai stimulan dalam memahami persoalan.
4. Memperkuat
keyakinan pengambil keputusan terhadap keputusan yang diambilnya.
5. Memberikan
keuntungan kompetitif bagi organisasi secara keseluruhan dengan penghematan
waktu, tenaga dan biaya.
Selain memiliki banyak keuntungan atau manfaat, decision support system
juga memiliki beberapa kelemahan antara lain :
1. Sulit
dalam memodelkan sistem bisnis
2. Mungkin
akan menghasilkan suatu model bisnis yang tidak dapat menangkap semua pengaruh
pada entity.
3. Dibutuhkan
kemampuan matematika yang tinggi untuk mengembangkan suatu model yang lebih
kompleks.
9. Dampak Pemanfaatan Decision Support
System
Dampak dari pemanfaatan
Decision Support System (DSS) antara lain:
1) Masalah-masalah
semi struktur dapat dipecahkan.
2) Problem
yang kompleks dapat diselesaikan.
3) Sistem
dapat berinteraksi dengan pemakainya.
4) Dibandingkan
dengan pengambilan keputusan secara intuisi, pengambilan keputusan dengan DSS
dinilai lebih cepat dan hasilnya lebih baik.
5) Menghasilkan
acuan data untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh manajer yang kurang
berpengalaman.
6) Untuk
masalah yang berulang, DSS dapat memberi keputusan yang lebih efektif.
7) Fasilitas
untuk mengambil data, dapat memberikan kesempatan bagi beberapa manajer untuk
berkomunikasi dengan lebih baik.
8)
Meningkatkan produktivitas dan kontrol
dari manajer.
SISTEM PENUNJANG
KEPUTUSAN UNTUK MANNAJEMEN BEBAN KERJA AKADEMIK
Manajemen Beban Kerja Akademik:
Gambaran Umum
Manajemen
beban kerja akademik adalah disiplin yang mengkhususkan diri dalam alokasi
pekerjaan untuk anggota fakultas dan dalam memberikan kompensasi untuk
pekerjaan yang dilakukan oleh anggota fakultas. Oleh karena itu beberapa
penulis menggunakan istilah beban kerja dosen sebagai gantinya. Untuk
menghindari kebingungan beban kerja akademik istilah digunakan dalam makalah
ini secara konsisten.
Doost
(1997) membahas kenaikan kepentingan publik untuk akuntabilitas yang lebih baik
bagi para dosen universitas. Soliman (1999) disajikan prinsip-prinsip panduan
untuk alokasi beban kerja akademik dan dua model untuk mengukur beban kerja,
yang didasarkan pada waktu dan yang lain berdasarkan penghasilan. Tanggapan
staf akademik dengan prinsip-prinsip yang diusulkan dan model juga
dipertimbangkan. Comm dan Mathaisel (2003) menggambarkan bagaimana informasi
mengenai beban kerja akademik. gaji dan tunjangan dapat digunakan ntuk
meningkatkan kualitas akademik. Houston dkk. (2006) mempresentasikan tantangan
yang dihadapi oleh fakultas universitas peningkatan akuntabilitas, dan membahas
beberapa beban kerja alokasi model isu-isu implementasi. Tombol dan Devine
(2006) disurvei persepsi fakultas usaha yang terkait dengan tugas-tugas
pengajaran yang berbeda.
Tujuan
manajer adalah untuk mencapai produktivitas maksimum dan kualitas kerja
fakultas. Tugas yang paling sulit adalah mengukur berbagai komponen beban kerja
akademik (Barlas dan Diker.2000). Prinsip-prinsip kesetaraan dan transparansi
harus dipertimbangkan untuk mencapai distribusi optimal beban kerja antara staf
pengajar (Burgess dkk. 2003).
Fakultas
harus melakukan lebih dari sekedar mengajar dan melakukan riset dalam rangka
untuk berhasil memenuhi kewajiban pekerjaan mereka (Gappa dkk. 2007). Proporsi
antara pengajaran dan penelitian, sebagai dua komponen utama dari pekerjaan
fakultas, bervariasi sesuai dengan status kepemilikan fakultas dan jenis
institusi. Kegiatan profesional dan administrasi lainnya juga diperlukan untuk
mencapai status kepemilikan yang dibutuhkan dan untuk memenuhi tekanan
eksternal untuk akuntabilitas.
Mengukur
beban kerja akademik untuk memberikan distribusi beban kerja yang merata dan
kompensasi yang memadai. sehingga meningkatkan kualitas akademik. adalah tugas
yang paling penting dari manajemen beban kerja akademik. Ini berarti penggunaan
beberapa jenis kinerja sistem rating (Burkholder dkk.. 2007) berdasarkan
peraturan universitas dan policies.1. 2,3 Beberapa lembaga pendidikan tinggi
menerapkan penilaian kinerja fakultas plans.4 Masalah hukum dan respon fakultas
untuk metrik kinerja juga harus diperhatikan. terutama ketika ukuran kinerja
yang digunakan secara langsung untuk perhitungan gaji.
Beberapa
penulis menggunakan kuesioner untuk menentukan beban kerja akademik (Comm dan
Mathaisel. 2003). Cowdery dan Agho (2007) menggunakan survei mail untuk menilai
metodologi yang digunakan oleh berbagai universitas untuk menentukan dan
menetapkan beban kerja akademik dalam pendidikan kesehatan. Menurut penelitian
mereka. sebagian besar universitas menggunakan jam kredit sebagai ukuran utama
beban kerja akademik (Stringer. 2007). sementara beberapa menggunakan jam
kontak.
Sistem Pendukung Keputusan
Akademik
Menurut
Turban dkk.. (2005), SPK adalah pendekatan berbasis komputer atau metodologi
untuk mendukung pengambilan keputusan. Bagian paling penting dari SPK khas
adalah data warehouse, yang merupakan subjek berorientasi, terpadu,
waktu-varian, non-normalisasi, koleksi non-volatile data yang memungkinkan
menganalisis sejumlah besar data dari berbagai sumber dengan hasil yang cepat.
Sistem
pendukung keputusan memainkan peran yang semakin penting dalam lembaga
pendidikan tinggi. Doost (1997) dijelaskan akademik sistem database potensi
beban kerja.
Deniz
dan Ersan (2001, 2002) mengusulkan DSS bagi siswa, kursus dan program
penilaian. Dasgupta dan Khazanchi (2005) dijelaskan agen cerdas diaktifkan DSS
untuk penjadwalan perkuliahan. Vinnik dan Scholl (2005) mengusulkan beban kerja
akademik
DSS
manajemen yang berfokus pada pemanfaatan kapasitas akademik menggunakan proses
menyeimbangkan permintaan dan penawaran pendidikan di perguruan tinggi.
Bagian
penting dari DSS akademik akademik Sistem Perencanaan Beban Kerja (WPS) yang
berfokus pada keseimbangan beban terhadap kapasitas. Menurut Burgess dkk.
(2003), tujuan strategis dari WPS adalah sebagai berikut:
•
Tujuan dalam bidang pendidikan
1.
Untuk memaksimalkan produktivitas (untuk meminimalkan upaya staf yang diperlukan
untuk melayani tingkat tertentu pendanaan)
2.
Untuk memaksimalkan kualitas (untuk memaksimalkan pilihan siswa kursus atau
modul)
•
Tujuan penelitian:
1.
Untuk memaksimalkan dana penelitian dengan sumber daya yang diberikan
2.
Untuk memaksimalkan penilaian lembaga atau unit
Tombol
dan Devine (2006) mengusulkan pembangunan masa depan sistem praktis untuk
manajemen beban kerja akademik menggunakan bobot ekuitas untuk tugas beban kerja.
Dalam tulisan ini, sebuah studi kasus implementasi DSS tersebut, didasarkan
pada akademik gudang data beban kerja, dibahas.
Metodologi
Langkah
pertama adalah analisis kebutuhan yang meliputi analisis persepsi manajemen
fakultas beban kerja akademis dan analisis peraturan dan kebijakan beban kerja.
Langkah berikutnya, penilaian sumber data yang tersedia, adalah yang paling
penting dalam setiap proyek data warehouse. Kenyataan bahwa sumber data
kualitas yang diperlukan tidak tersedia dapat membawa sebuah proyek untuk
berhenti. Setelah bahwa desain data warehouse menggunakan pendekatan pemodelan
dimensi dilakukan (Kimball, 1996). Langkah selanjutnya adalah transformasi data
dan pembersihan, yang merupakan bagian paling memakan waktu dari setiap proyek
data warehouse. Setelah data warehouse didesain dan dihuni, basis data
multi-dimensi dapat dibangun dengan menggunakan Analytical Processing (OLAP)
teknologi On-Line.
Setelah
prototipe telah dibangun itu harus diuji. Keterlibatan manajemen fakultas dan
staf pengajar lain yang diperlukan. Setiap masalah teknis atau konten harus
dianalisis. Setelah penyebab masalah ditentukan perubahan harus dibuat baik
pada prototipe atau peraturan dan kebijakan beban kerja. Proses evaluasi tidak
pernah selesai karena keadaan yang mempengaruhi tingkat beban kerja akademik
sering berubah.
Persyaratan
Pengelolaan
universitas menghadapi tugas yang sulit untuk mendistribusikan beban kerja
antar fakultas mempertimbangkan berbagai aspek:
•
Profil penelitian staf fakultas dan bidang keahlian
•
Jumlah siswa dan pilihan mereka pelajaran atau modul
•
Penelitian peluang dan hibah
•
Transparansi penggunaan kebijakan beban kerja universitas
•
Persepsi fakultas pemerataan distribusi beban kerja
•
Kebutuhan masyarakat untuk universitas profesor akuntabilitas
•
Persyaratan beban kerja akademik hukum.
Dalam
Gambar 1, proses manajemen beban kerja akademik disajikan. Langkah pertama
adalah penilaian beban kerja. Langkah kedua adalah alokasi beban kerja kepada
staf fakultas. Alokasi beban kerja mengajar harus dibandingkan dengan
persyaratan beban kerja hukum (jika ada) dalam ketergantungan fakultas
habilitasi staf (pangkat akademik). Komitmen Fakultas untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah dasar untuk kompensasi. Selama beban kerja dialokasikan
istilah harus dibandingkan dengan beban kerja yang sebenarnya untuk membantu
manajer dengan beban kerja realokasi bila diperlukan. Perbedaan antara beban
kerja akademik direncanakan dan aktual harus ditentukan secara berkala,
sehingga perubahan kontrak kerja yang menjamin kompensasi yang memadai bagi
staf fakultas.
Proses manajemen beban kerja Akademik
Peraturan
beban kerja Univrsitas dan kebijakan harus dianalisis secara menyeluruh. Inkonsistensi
harus dihilangkan agar proses pengukuran beban kerja yang sepenuhnya seragam
dan transparan. Jika perlu, perubahan peraturan beban kerja harus diusulkan.
Peraturan harus dilengkapi dengan dokumentasi tambahan metrik beban kerja yang
digunakan. Komponen beban kerja akademik yang berbeda harus dimasukkan.
Penggunaan bobot ekuitas dalam jam kerja membuat diukur komponen beban kerja
aditif. Bila data yang akurat tidak tersedia, beberapa asumsi harus
dipertimbangkan. Tabel 1 menunjukkan daftar komponen beban kerja akademik yang
diusulkan.
Membangun Data Warehouse
Prasyarat
yang paling penting untuk membangun data warehouse adalah adanya sumber data
yang berkualitas. Adelman dkk.. (2005) menjelaskan beberapa permasalahan yang
harus dinilai ketika berhadapan dengan data kotor :
•
Kelengkapan (penilaian hasil identifikasi sumber data yang hilang)
•
Konsistensi (hasil penilaian dalam definisi rutinitas penanganan eksepsi)
•
Kebenaran (hasil penilaian dalam definisi deteksi kesalahan dan koreksi
rutinitas).
Sumber
data utama untuk akademik gudang data beban kerja adalah Sistem Informasi
Akademik (SIA) (Sastry. 2007). Secara umum, AIS mendukung semua fungsi yang
diperlukan universitas harus melakukan dalam proses pendidikan. Beberapa proses
seperti perencanaan beban kerja biasanya tidak cukup didukung. Ketika data
hilang ditemukan itu harus ditentukan mana sumber data yang paling sesuai untuk
suplementasi sumber data utama. Hilang data dapat diperoleh dari sistem
informasi universitas lain atau dari sumber data di luar. dan kemudian
diintegrasikan dengan data dari AIS. Jika tidak ada kemungkinan seperti itu ada
ada kebutuhan untuk upgrade AIS. Jika itu juga tidak mungkin penggunaan AIS
yang berbeda harus dipertimbangkan. Sebuah entri data langsung ke dalam gudang
data dapat menjadi solusi sementara. tetapi hanya layak bila perubahan data
yang hilang terjadi secara berkala. misalnya setahun sekali.
Ketika
pengecualian untuk aturan umum dalam proses transformasi data yang ditemukan.
mereka harus dievaluasi untuk mencegah hilangnya transparansi. Bila perlu. rutinitas
penanganan eksepsi harus diletakkan di tempat dan didokumentasikan. Semua
pengecualian harus ditangani secara otomatis. Hal yang sama berlaku untuk
prosedur transformasi data keseluruhan, yang telah menjadi sepenuhnya otomatis.
Sebuah
gudang data harus dirancang untuk deteksi mudah dan koreksi kesalahan dalam
menggunakan sumber-sumber data. Setiap informasi yang berasal dari DSS
berdasarkan data warehouse harus dapat dilacak item sumber data tunggal.
Setelah koreksi data yang salah. informasi dalam DSS harus berubah sesuai.
Model
dimensi disederhanakan akademik gudang data beban kerja. Tabel fakta mengandung
semi- aditif mengukur ' Kuantitas di unit beban kerja ' dan aditif mengukur '
Beban Kerja hour'. Dimensi ' versi Data' berisi satu atau lebih anggota untuk
beban kerja direncanakan dan salah satu anggota untuk beban kerja yang
sebenarnya. Beberapa dimensi disajikan secara perlahan berubah dimensi.
terutama ' Fakultas staf ' dimensi.
Pelaksanaan DSS
Standar
OLAP alat browsing yang digunakan untuk antarmuka DSS. Sebelum penerapan DSS.
beberapa metrik dan Key Performance Indicator (KPI) yang digunakan untuk
mengukur beban kerja akademik. Mereka metrik dan KPI dimasukkan sebagai
tindakan yang diperkirakan. sehingga pengguna DSS bisa mulai bekerja dengan
konten akrab.
Setelah
keadaan untuk menentukan tingkat perubahan beban kerja akademik, peraturan
beban kerja dan kebijakan harus diubah sesuai. Pada saat yang sama analisis
perubahan kelayakan DSS harus dilakukan sehingga perubahan yang sesuai dalam
rutinitas transformasi data dan perubahan AIS jika diperlukan.
Penerimaan
Fakultas otomatisasi diperkenalkan ke dalam proses pengukuran beban kerja
akademik merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan untuk proyek tersebut.
Untuk mencapai fakultas WPS penerimaan harus transparan dan harus menjamin
pemerataan alokasi beban kerja (Burgess dkk.. 2003).
Pekerjaan
pengadilan adalah dasar untuk keberhasilan pelaksanaan sistem informasi baru (Natek
dan Lesjak. 2006). Dalam proyek ini. fakultas pertama diberi laporan beban
kerja yang direncanakan. sesuai dengan kebijakan beban kerja. Setiap item tidak
jelas laporan beban kerja mereka kemudian dibahas dan dijelaskan. Setiap
perbedaan dengan kebijakan beban kerja dihilangkan sebelum penggunaan DSS punya
konsekuensi kompensasi fakultas. Selama tahun akademik item beban kerja yang
sama kemudian diukur dan kompensasi untuk.
Jadi
apa yang kita capai dengan implementasi DSS ? Fakultas sekarang termasuk dalam
proses perencanaan beban kerja dan karena itu dapat memahami tujuan strategis
universitas yang jauh lebih baik. Itu adalah langkah pertama menuju keselarasan
perilaku staf dengan tujuan strategis dari institusi pendidikan tinggi.
Source :
- Adelman, S., Moss, L.T.
and Abai, M. (2005)
Data Strategy, Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey.
- Barlas, Y. and Diker, V.G.
(2000) ‘A
dynamic
simulation game for strategic
Univrsitas
management (UNIGAME)’, Simulation Gaming,
Vol. 31, pp.331–358.
- Burgess, T.F.,
Lewis, H.A.
and Mobbs, T. (2003) ‘Academic workload
planning
revisited’, Higher Education, Vol. 46, pp.215–233.
- Burkholder, N.C., Golas, S. and Shapiro, J. (2007) Ultimate Performance: Measuring Human Resources at Work, John Wiley & Sons, Inc., New Jersey
- https://crystianamaysari.blogspot.com/2016/12/makalah-dss-decision-support-system.html
- https://www.academia.edu/7385749/Makalah_Decision_Support_System_Sistem_Pendukung_Keputusan
Dejan Zilli*
Nova Vizija, Information Engineering and Consulting, Vrečerjeva 8,
3310 Žalec,
Slovenia
*Corresponding author
Nada Trunk-Širca
Faculty of Management
Koper, Univrsitas of Primorska, Cankarjeva 5,
6104 Koper, Slovenia
Komentar
Posting Komentar